
Jakarta - Pembatalan pembatasan cost recovery dinilai hanya akan menguntungkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan belum tentu akan meningkatkan produksi migas.
"Kalau itu dihilangkan maka yang untung adalah KKKS karena mereka akan memiliki cashflow yang lebih bagus," ujar Direktur Eksekutif Refor-Miner Institute Pri Agung Rakhmanto dalam pesan singkatnya kepada detikFinance, Kamis (3/12/2009).
Menurut Pri Agung, pembatalan pembatasan cost recovery tersebut belum tentu akan berdampak ke peningkatan kegiatan eksplorasi dan produksi yang dilakukan oleh para KKKS.
"Belum tentu akan berdampak ke sana," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh menyatakan pihaknya akan berupaya agar tidak ada pembatasan untuk biaya pergantian eksplorasi dan produksi kegiatan minyak dan gas dari pemerintah (cost recovery).
Hal tersebut dicetuskan terkait rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menekan cost recovery dalam RAPBN 2010 menjadi US$ 12,005 miliar. Angka itu lebih rendah dari usulan awal cost recovery 2010 yang diperkirakan mencapai US$ 13,005 miliar.
Menurut Darwin, rencana pembatasan cost recovery tersebut merupakan salah satu faktor penyebab perlambatan investasi di sektor minyak dan gas dalam negeri akhir-akhir ini. Ini ditunjukan dengan rendahnya minat KKKS terhadap sejumlah Wilayah Kerja (WK) Migas yang ditawarkan pemerintah baru-baru ini.
Namun jika tidak ada pembatasan cost recovery, Darwin meminta kepada para Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) untuk lebih realistis dalam memasukan komponen mana yang layak masuk cost recovery, dan mana yang tidak.
Darwin mengaku usulan mengenai tidak ada pembatasan cost recovery tersebut sudah dibicarakan dengan Menteri Keuangan, dan untuk tahap selanjutnya ia akan mengkomunikasikan hal ini dengan DPR. (epi/qom)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar