Minggu, 03 Januari 2010

Pembatasan Cost Recovery Tak Tingkatkan Produksi Migas



JAKARTA - Pembatasan cost recovery dinilai sangat tidak mendukung upaya industri untuk meningkatkan produksi migas. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sangat keberatan dengan adanya pembatasan karena 90 persen dari biaya cost recovery adalah biaya yang ditujukan untuk meningkatkan target produksi.

Adapun sejak 2009, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menetapkan batasan maksimum cost recovery untuk sektor hulu migas sebesar USD10,5 miliar. Sedangkan pada 2010 dipatok pada level USD12 miliar.

"Bagaimana kontraktor dapat mencapai target yang ditetapkan apabila biaya yang dibutuhkan dibatasi?" ujar President Indonesia Petroleum Association (IPA), Ron Aston sebagaimana dikutip dari situs resmi BP Migas, di Jakarta, Jumat (27/11/2009).

Menurutnya, proses persetujuan work program and budget (WP&B) yang dilaksanakan BP Migas sebenarnya sudah mendetail dan seharusnya, pemerintah mempercayakan pada mekanisme ini tanpa perlu lagi melakukan pembatasan biaya. IPA juga menyarankan adanya pihak ketiga yang dapat menyusun sistem yang dapat diterima baik oleh KKKS maupun BP Migas.

Terkait masalah ini, BP Migas pun mengaku berada di dalam posisi terjepit antara keinginan KKKS dan pemerintah dan meminta KKKS mendukung sistem WP&B yang sudah berjalan baik agar dapat dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang. "Kami juga menyambut baik usulan penggunaan pihak ketiga," ungkap Kepala BP Migas, R Priyono.

IPA bersedia melihat kemungkinan swaping ini, namun menyarankan agar swaping perlu dipikirkan secara hati-hati. IPA juga mengaku mengalami kesulita untuk memenuhi peraturan pemerintah untuk memprioritaskan suplai gas ke pasar domestik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar